Sabtu, 24 Juli 2021

Gangguan Parafilia (Penyimpangan Seksual)

Berbagai gangguan parafilia atau penyimpangan seksual. Dari yang biasa ditemukan di transportasi umum sampai yang sering disalahartikan.

Sebelumnya, ini gue pelajari dari mata kuliah di S1 maupun di S2 (lebih mendalam). Tapi gue belum pernah menangani kasus parafilia secara langsung sih, pernahnya menangani ketika jadi peer counselor. Hehe. Menurut dosen gue di S2, orang dengan gangguan parafilia ini jarang ada yang mendatangi ruang konseling. Mungkin karena mereka gak tau ini gangguan atau karena malu mengakui adanya gangguan ini. Tau sendiri kan kalau seks itu masih jadi isu yang tabu?

Jadi, gangguan ini umumnya dirasakan oleh orang terdekat individu dengan gangguan parafilia. Misalnya istri yang curiga dengan hobi aneh suami atau orang tua yang melihat tingkah nggak wajar anaknya. Kurang lebih kayak gitu. Dengan kata lain, gangguan parafilia ini tuh ada. Nyata. Tapi sulit kedata karena pelaporannya sedikit, terbatas, dan yang paling parah adalah nggak tau mau konsul ke siapa. Ujung-ujungnya, jadi tersangka pelecehan seksual dan ditangkap polisi sebelum mentalnya dipulihkan.

Gangguan parafilia adalah golongan gangguan di mana individunya memiliki pengalaman ketertarikan yang tidak normal namun intens secara seksual terhadap objek, situasi, fantasi, perilaku atau seseorang. Sering disebut sebagai penyimpangan seksual karena dianggap melanggar norma.

Oke, pertama ada yang namanya Voyeuristic Disorder. Bahasa mudahnya, orang yang suka ngintip orang telanjang atau orang berhubungan seks. Orang dengan Voyeuristic Disorder mendapatkan rangsangan seksual ketika ngintip orang telanjang misalnya lagi mandi atau yang lagi ena-ena.

Voyeuristic Disorder bukanlah ngintip biasa. Kalau udah dilakukan selama minimal 6 bulan secara intens dan kalau gak ngintip jadinya uring-uringan atau stres, kemungkinan besar ada indikasi Voyeuristic Disorder. Emang paling gengges kalau ada yang kayak gini karena sebenarnya ini dorongan seks yg gak wajar.

Kedua, Frotteuristic Disorder. Nah ini nih parafilia yang sering ditemui di transportasi umum! Yaitu individu yang suka menggesekkan kelaminnya ke tubuh orang lain tanpa izin. Termasuk juga yang suka grepe-grepe sembarangan. Umumnya Frotteuristic Disorder dialami laki-laki.

Kenapa sering ditemukan di tempat ramai? Ini agar dapat dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan dapat dikatakan Frotteuristic Disorder ketika sudah berlangsung minimal 6 bulan dan pelakunya merasakan cemas yang intes saat melakukan itu. Tapi ketika lagi enggak, juga bikin ia stres.

Ketiga, yang sering bikin cewek-cewek panik kalau ketemu! Yak, apalagi kalau bukan Exhibitionistic Disorder atau yang akrab disebut eksibisionis. Pelakunya pamer alat kelamin & terangsang secara seksual ketika melakukannya. Korbannya seringkali adalah orang asing atau tak terencana.

Ada juga pelaku Exhibitionistic Disorder yang secara sengaja menampilkan ke orang tertentu. Ada juga yang mengatur situasi agar orang lain bisa nontonin dia (pelaku Exhibitionistic Disorder) sedang having sex. Mungkin banyak dari Exhibitionistic Disorder seperti ini yang pada akhirnya jadi adult performers ya. Mungkin...

Keempat, Fetishistic Disorder. Salah satu gangguan yang cukup sering disalahartikan. Banyak yang mengira Fetish sekedar preferensi seksual yang kebetulan aneh. Tapi kalau ini sampai bikin stres diri dan mengganggu orang lain, udah termasuk gangguan nih!

Jadi, orang dengan Fetish mendapatkan kepuasan seksual dari objek atau organ tubuh orang lain yang bukan organ seksual. Misalnya celana dalam orang lain atau bagian kaki (foot fetish banyak nih). Bahkan ada juga yang menggunakan pakaian pasangannya ketika pasangannya gak di situ.

Hal ini juga kerap dilakukan dengan menggesekkan objek tersebut (pakaian atau benda tertentu) ke alat kelaminnya. Lagi-lagi untuk mendapatkan kepuasan seksual. Ada juga dengan cara mencium atau menjilat objek atau organ tubuh tertentu tersebut. Fetish tuh kalau dibahas beragam banget. Karena beda hal yang dijadikan objek fetish, biasanya beda juga treatmentnya. Bayangin kalau ada seseorang yang Fetish sama daleman tetangga, pasti beda perilakunya sama yang Fetish sama ketek pasangan. Jadi agak-agak tricky ngebahas ini.

Kelima, pasti gak asing lagi sih: Pedophilic Disorder atau pedofilia. Termasuk parafilia karena objeknya adalah anak-anak di bawah umur yang mana seharusnya tidak melakukan aktivitas seksual layaknya orang dewasa karena belum matangnya fungsi organ seksual.

Dan dianggap penyimpangan karena membahayakan, merusak anak baik secara fisik maupun psikis. Anak yang termasuk ke dalam korban pedofilia adalah yang berusia 13 tahun atau lebih muda (karena usia tersebut biasanya belum puber ye kan) jadi belum siap dijadikan partner ena-ena.

Kalau sesama bocah usia 13 tahun yang ena-ena gimana? Apakah termasuk pedofilia? Bukan, karena pedofilia pada hakikatnya dialami oleh orang dewasa yang punya ketertarikan seksual terhadap yang berusia 13 tahun atau lebih muda. Kalau yang sesama bocah, mohon maaf di luar konteks bahasan yah.

Ada 2 istilah nih dalam pedofilia, yaitu Pedophilic Sexual Orientation (PSO) dan Pedophilic Disorder (PD). Kalau Pedophilic Sexual Orientation (PSO) itu adalah jika individu gak ada rasa bersalah atau malu saat tertarik sama anak-anak TAPI gak melakukan apapun. Kalau Pedophilic Disorder (PD) adalah sampai mencari anak untuk pelampiasan hasrat seksual.

Keenam, Transvestic Disorder. Bahasa gaulnya sih cross-dressing. Setau gue bahkan ini ada komunitasnya karena dianggap sebagai sesuatu yang unik. Padahal sesungguhnya ini bisa mengindikasikan penyimpangan seksual juga. Pelakunya kerap mengenakan atribut lawan jenis (pakaian atau aksesoris).

Apakah Transvestic Disorder adalah banci-banci yg biasa kita lihat? Belum tentu. Karena orang dengan Transvestic Disorder melakukan itu bukan untuk berpenampilan semata, tapi juga ada tujuan utk mendapatkan kepuasan seksual. Jadi kalau banci yang pakai dress bisa aja karena memang ingin tampil seperti perempuan.

Oh iya, Transvestic Disorder ini lekat sekali dengan fantasi seksual. Jadi, ketika cross-dressing, pelaku berfantasi. Cowok yang Transvestic Disorder biasanya punya Autogynephilia juga yaitu kecenderungan untuk terangsang secara seksual ketika membayangkan diri sebagai cewek.

Fantasinya bisa dari ngebayangin punya fungsi seperti cewek (haid, hamil, dll), berperilaku layaknya cewek pada umumnya, hingga membayangkan punya organ tubuh seperti cewek (punya payudara, dsb). Salah satu dari tersebut jadi fokusnya sebagai bentuk Autogynephilia tadi.

Ada yang pernah dengar BDSM? Atau ada yang tau apa itu sadisme dan masokisme? Oke, kita bahas satu-satu yah. Kalau BDSM itu singkatan dari Bondage-Discipline Sadism-Masochism. Intinya aktivitas seksual yang melibatkan peran dominasi dan submisif.

Ketujuh, Sexual Sadisme Disorder (SSD) yaitu ketika kepuasan seksual didapatkan dari ketika melakukan tindakan sadisme terhadap orang lain. Akan terangsang ketika melihat orang lain menderita secara fisik dan psikis. Lebih gampangnya bayangin Mr. Grey deh.

Ets, tapi jangan harap semua pelaku Sexual Sadisme Disorder (SSD) itu punya pesona enyoy kayak Mr. Grey. Belum tentu. Dan mainnya pun mungkin nggak seelegan di film itu. Bisa lebih parah bahkan sangat berpotensi mematikan. Biasanya dilakukan dengan alat bantu juga yang dijual di pasaran.

Ada istilah Sadistic Sexual Interest (SSI) yang mana individu dengan Sadistic Sexual Interest (SSI) hanya mengakui adanya rangsangan seksual ketika melihat orang lain menderita. Bedanya, orang dengan Sexual Sadisme Disorder (SSD) akan mengalami gangguan psikososial dan stres ketika gak melakukan itu. Jadi sekilas kayak tingkatan gitu deh.

Jadi ketika kamu merasa "kayaknya gue seneng deh waktu partner gue teriak kesakitan waktu gue pukul bokongnya" tapi kamu gak ngerasa stres atau rasa bersalah dan kalau gak dilakukan pun ya biasa aja, bisa jadi itu Sadistic Sexual Interest (SSI).

Terakhir, alias yang kedelapan adalah Sexual Masochism Disorder (SMD). Partner terbaik dari Sexual Sadisme Disorder (SSD) nih. Orang dengan Sexual Masochism Disorder (SMD) justru mendapatkan kepuasan seksual dari penderitaan yang dialaminya ketika dipukul, disiksa, diikat atau ketika menerima tindakan kekerasan lainnya.

Mirip-mirip dengan Sexual Sadisme Disorder (SSD), cuma beda di peran aja. Seseorang dapat dikatakan mengalami Sexual Masochism Disorder (SMD) haruslah ada pengalaman stres atau gangguan psikososial. Kalau orangnya ngerasa biasa aja tapi ada ketertarikan untuk melakukannya (bahkan saat berfantasi), belum tentu SSD atau SMD yah.

Pertanyaannya, apakah orang dengan SSD otomatis sexual partnernya SMD? Belum tentu. Nah inilah yang biasanya jadi pokok permasalahan dalam berhubungan intim. Masalah ranjang itu kan cocok-cocokan ya. Jadi ketika ada pasangan yang SSD belum tentu merasa cocok. Malah tersiksa.

Lebih parahnya diketahui pas udah nikah. Nah lho gimana tuh? Ya bisa dibantu sih dengan konseling rutin ke psikolog klinis di bidang seksualitas trus juga rajin-rajin konsul sama psikolog keluarga. Insha Allah tercerahkan. Hehehe. Tapi perubahan tetap datang dari diri sendiri.

Begitupun orang dengan SMD gak bisa selalu berekspektasi demikian terhadap pasangannya. Dan belum tentu juga bisa membentuk preferensi seksual pasangan jadi SSD. Balik lagi ke pilihan dan kenyamanan masing-masing sih. Gitu.

Trus kalau orang dgn SSD ketemu SMD dan mereka klop, sexual life-nya menyenangkan, well-being-nya oke, masa disebut gangguan? Nah, harus ditelaah dulu nih. Kayak tadi-tadi, ada stres gak kalau melakukan atau tidak melakukan?

Sebenarnya ini dibahas di kelas. Psikolog juga kesulitan memberikan treatment ketika justru BDSM menjadi hal yang menyenangkan di ranjang. Padahal kita tau bahwa hal tersebut dapat mengancam nyawa dan menjadi nggak sehat secara fisik.

Jadi intinya, parafilia ini ada. Tapi kebanyakan terselubung. Nggak gitu jelas kelihatan ciri-cirinya kecuali dirasakan sendiri. Itupun dikatakan gangguan ketika berlangsung minimal 6 bulan, ada distres, mengganggu atau membahayakan orang lain. Faktor penyebabnya ada banyak, tergantung dari gangguannya apa dulu. Bisa jadi dari lingkungan, kondisi traumatis di masa kecil, dan sebagainya.

Oh iya, individu dengan parafilia ini ada juga yang mengalami lebih dari satu gangguan parafilia. Misal eksibisionis & cross-dressing juga. Gangguan parafilianya ini bisa jadi faktor pendorong seseorang untuk memperkosa gak?

Belum tentu. Tapi bisa jadi. Perkosaan dan parafilia sebenarnya beda ranah pembahasan. Karena sejatinya parafilia itu penyimpangan kepuasan seksual yang tidak lazim.

Kalau bicara perkosaan kan tindakan kekerasan seksual. Beda bahasan lagi itu. Kepuasan seksual dalam perkosaan yang dirasakan pelaku seperti layaknya melakukan hubungan seksual pada umumnya. Kalau parafilia perasaan puasnya dari hal-hal yang gak wajar.



Cr. @disyarinda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar